Proses adat perkawinan nagekeo, sebelum pasangan naik ketahap perkawinan gereja, pasangan yg hendak menikah, dituntut untuk melewati proses adat yang panjang, dan pengeluaran yang tidak sedikit ........
Zaman sekarang (modern) ini, upacara perkawinan adat atau adat istiadat perkawinan semakin memudar, hal ini disebabkan globalisasi informasi teknologi dan komunikasi sehingga kebudayaan asing (westernisasi) yang masuk ke wilayah kita masing-masing dengan tidak adanya penyaring (filter) mana yang baik dan yang tidak.
Upaya melestarikan kebudayaan local khususnya adat perkawinan perlu mengikuti tahap-tahapan adat sesuai dan benar namun disederhanakan sesuai keadaan sekarang. Pertanyaanya: apa yang terjadi sekarang? Banyak dikalangan muda yang melanggar dan mengabaikan tahap-tahap perkawinan adat.
Melihat keadaan di atas penulis terpanggil untuk menuliskan proses perkawinan adat yang dilaksanakan Kabupaten Nagekeo guna memenuhi rasa ingin tau dengan tujuan Memenuhi Menambah wawasan dan pengetahuan proses perkawinan adat dan tahapan-tahapannya perkawinan adat nageken dan
Berikut proses tahap-tahap ritus adat perkawinan budaya nagekeo
Ale Ngale
Ale Ngale menurut adat nagegeko adalah proses orang tua dan keluarga laki-laki menemui orang tua dan keluarga wanita bertujuan untuk meminang anak gadis menjadi tunangan. Pada tahap ini, pihak orang tua dan keluarga laki-laki mengungkapkan niat mereka (ale ngale) dengan bahasa adanya sebagai berikut:
“Seu ana wawi ta moka“ jika lamaran diterima, pihak wanita akan membalas dengan bahasa : “wawi moka dia ma ne’e. Apabila sudah ada persetujuan kedua belah pihak maka akan memilih sesorang sebagai delegasi atau “a’I rala“ yang berfungsi dari masa pertunangan sampai saat perkawinan.
Poga Lako
Poga lako atau bunuh anjing yang di bawa pihak keluarga laki–laki, sedangkan pihak wanita menyiapkan seekor anak babi. Anjing dan babi tersebut di bunuh untuk dihidakan atau dimakan bersama-sama sebagai lambang persatuan. Pada tahap ini, dibicarakan ulu atau ngawu yang diminta oleh pihak keluarga wanita dan calon pengantin pria langsung tinggal di rumah wanita untuk kerja. Ngawu yang dibawah pada tahap sebagai berikut:
·
Anjing lambang persaudaraan
· Moke lambang :
- Minuman perjanjian
- Minuman persaudaraan
Tei Uya
Pada tahap Tei Uya ini yang perlu dibawa pihak keluarga laki-laki adalah kerbau, kuda, emas (Wunu Mengi), kambing, anjing, ayam, moke, parang adat (topo) serta sirih pinang sesuai permintaan pihak keluarga wanita.
Pihak keluarga wanita menyiapkan babi besar, kain bunga, tikar, bantal dan kue cucur (fidu) untuk diberikan kepada keluarga laki-laki. Hati babi yang dibunuh diperiksa dengan kepercayaan adat oleh tua adat untuk mendapatkan tanda-tanda, apabila ada tanda-tanda tidak baik maka proses perkawinan adat tersebut dibatalkan dan sebaliknya tanda-tanda baik maka proses pertunanganan dilanjutkan ke tahapan adat yang berikutnya.
Emas (Wunu Mengi) mempunyai symbol bahwa: a) wanita yang dipinang tersebut adalah wanita yang bermartabat dan bukan wanita murahan; ) wanita yang dipinang tersebut adalah wanita yang sulit didapat atau unik; dan c) cinta butuh pengorbanan.
Ti’i Te’e Pati Lani (Memberi tikar dan bantal)
Artinya menyerahkan tikar dan bantal oleh orang tua pihak wanita kepada pasangan tersebut dan melalui A’i rala ditentukan saat pernikahan adat. Menyerahkan tikar dan bantal berarti mereka boleh tidur bersama setikar sebantal atau “te’e a tebu, lani a took”.
Nuka sa’o (pindah rumah).
Pada tahap ini, orang tua wanita memberikan kepada pihak laki-laki berupa oba ragi, beka bola, te’e lani dan pora ka. Lalu gadis itu berangkat bersama-sam ke rumah keluarga si pria.
|
Lasa la’e (Lihat kembali).
Tahap ini, jika si wanita berada di rumah si pria selama empat malam. Pada tahap ini si gadis kembali ke rumah orang tuanya dan mengambil semua barang-barang miliknya untuk dibawa, pihak laki-laki membawa kambing dan anjing dibalas oleh pihak wanita yaitu babi dan beras.
Sanksi-sanksi perkawinan adat.
Apabila terjadi pelanggaran maka sanksi yang diberi adalah jika yang bersalah pihak laki-laki, maka pihak laki-laki harus membayar semua barang yang diberikan oleh pihak perempuan tanpa harus meminta barangnya ataupun sebaliknya.
Kesimpulan Dari uraian di atas yang diangkat dari perkawinan adat nagekeo pada umunya, ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Perkawinan merupakan suatu unsur yang harus dijalankan oleh setiap manusia yang bebas memilih, tetapi harus memenuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
2. Perkawinan merupakan persekutuan hidup.
3. Harus ada kerja sama partisipasi dalam acara adat perkawinan agar dapat berjalan dengan baik dan sebagaimana mestinya.
4. Menambah rasa persatuan dan kesatuan di antara sesama masyarakat dan antar suku.
5. Menjalin kerja sama antar gereja dan adat setempat agar perkawinan berjalan dengan baik dan penuh iman dan cinta kasih.
Saran saya Berdasarkan uraian di atas kepada beberapa pihak :
1. Masyarakat dan tua-tua adat, kiranya perkawinan adat yang masih bersifat pemborosan dikurangi.
2. Kepada pemerintah supaya kebudayaan mengenai perkawinan adat tetap dilestarikan dan perlu kerja sama dengan toko masyarakat.
3. Dalam hubungan dengan gereja, adat istiadat yang ada di dalam masyarakat dituntut agar dapat menyesuaikan diri dengan peraturan gereja yang bersifat monogami dan gereja menuntut agar perkawinan harus direstui oleh kedua orang tua belah pihak dan kedua saksi di depan pastor sebagai tanda yang sah dalam perkawinan gereja.
Terima kasih…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar