BUDAYA TINJU ADAT (ETU) DIKABUPATEN NAGEKEO
Kebudayan pada dasarnya adalah hal yang ensiensi dalam kehidupan umat manusia.Sejalan dengan perkembangan pola pikIr dan sikap tindak tanduk manusia dimuka bumi ini maka kebudayaan sebenarnya merupakan suatu proses yang dinamis,dalam tata cara pergaulan masyarakat penduduknya.Akibat dari proses dinamika kebudaya itu tidak jarang terjadi pergeseran nilai dan normal yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.Kebudayaan adalah warisan social yang hanya dapat diwariskan dari suatu generasi ke generasi yang lain dengan cara dipelajari dan bukan diturunkan secara biologis.kebudayaan hanya hanya dapat tumbuh dan berkembang apabila didukung oleh masyarakat sebagai pemilik dan pendukung kebudayaan tersebut.
Tinju Tradisional adalah sebuah olahraga tradisional yang mengandung tiga unsur yakni: Tinju itu sendiri, Tarian dan Nyanyian.Tinju dilaksanakan dihalaman kampung, dimana kita dapa melihat “PEO”, tiang tradisional, lambang persatuan dan kesatuan berdiri tegak diatas susunan batu. Alat tinju berupa kumparan tali ijuk berbentuk bulat lonjong yang disebut “TAI KOLO”. Tinju tradisional mempunyai nama yang berbeda bagi masyarakat kecamatan yang menyelenggarakan tinju tradisional.
Masyarakat kecamatan Boawae menyebut “ETU”, masyarakat kecamatan Soa menyebut “SAGI” dan masyarakat Tadho di kecamatan Riung menyebut “MBELA”.
Etu adalah sebutan dalam etnis Nagekeo / Sagi adalah sebutan dalam suku Ngada merupakan atraksi tinju tradisional dengan manampilkan jago-jago dari kampung masing-masing untuk mengadu kekuatan dan ketangkasan masing-masing peserta. Atraksi ini berlangsung dalam arena yang dibuat di tengah kampung. Tiga hari sebelum pertandingan diadakan ritual adat memohon kekuatan untuk peserta tinju
Di Kabupaten Nagekeo, ada salah satu seremoni adat yang oleh masyarakat setempat dikenal dengan sebutan etu atau disebut mbela. Seremoni itu juga biasa dinamakan tinju adat. Walaupun aturan dan cara bertarungnya tidak sama dengan olahraga tinju yang sebenarnya, namun terdapat beberapa kemiripan. Tinju adat ini, bukan soal kalah atau menang melainkan pertarungan antar laki-laki untuk membuktikan kewibawaan dan harga diri laki-laki."Etu bisa dilihat sebagai salah satu olahraga tradisional yang menunjukkan kewibawaan laki-laki. Jadi etu merupakan ajang pembuktian kewibawaan dan harga diri laki-laki,"Kesamaannya dengan olahraga tinju "modern", tinju tradisional ini pun berlangsung di arena di tengah kampung.. Keduanya saling meninju. Hanya petinju etu tidak menggunakan sarung tangan. Hanya salah satu tangan petarung dililit sabut kelapa yang disebut Kepo atau Wholet. Alat ini digunakan sebagai senjata untuk melumpuhkan lawan, bahkan sampai berdarah.Tidak ada ketentuan pasti dalam aturan ronde. Etu langsung saja dihentikan bila salah satu petarung jatuh atau mengeluarkan darah. Pada umumnya tinju adat ini berlangsung antara dua sampai lima menit, tergantung kekuatan masing-masing petarung.
Waktu Penyelenggaraan
Upcara tinju tradisional atau etu dalam pelaksanaan masih berpedoman pada tradisi leluhur.adapun waktu pelaksanaan upacara khusud untuk masyarakat masih menggunakan peerhitungan atau patokan yang sama yaitu kelender adat setempat dengan bulan purnama.
Tinju tradisional dapat dilaksanakan pada bulan dan tempat sebagai berikut:
a) Maret
Solo, kecamatan Boawae. Mengeruda kecamtan Soa.
b) April
Piga, Kecamtan Soa.
c) Mei
Lade, tarawaja, Kecamatan Soa. Nio, Masumeli, kecamatan Soa.
d) Juni
Natanage, Kecamatan Boawae. Natalea, Raja Kecamatan Boawae. Takatunga, Sarasedu kecamatan Golewa.
e) Juli
wulu kec.mauponggo ,Gero, Dheresia, Nunukae, Kecamatan Boawae. Tadho, Kecamatan Riung.
PERSIAPAN DAN PERLENGKAPAN UPACARA
Dalam pelakasanaan upacara tinju tradisional atau etu bagi yang mengembang tugas harus mempersiapkan dua hal utama yang meliputi persiapan fisik maupun persiapan mental.yang dimaksud persiapan fisik,berwujud benda-benda dengan pelengkapannya yang diperlukan unntuk penyelenggaraan upacara.sedangkan pesiapan mental atau non fisikdalam bertanding anatar dua kumbung berwujut suatu tradisi yang selama ini dilaksanakan yaitu sikap dan perbuatan yang harus sportif menerima kekalahan saat melaksanakan baik sebelum dan pada saat berlangsungannya upacara tersebut.sebelum upacara etu dilaksanakan pihak penyelenggaraan melakukan pembagianpersiapan.langkah pertama dilakukan adalah penetapan tanggalupacara secara pasti,sehingga tidak menimbulkan keraguan bagi peserta.
Setelah menetapkan tanggal maka acara persiapan ditunjukan pada penyenggaraan teknis uapacara dan penyambutan tamu yang diundang.pihak penyelenggaraan sebagai tuam rumah wajib mepersiapkan .
a) Loka melo (arena) dengan membuat pagar keliling dan kedua sisi lebar,loka mmelo didirikanpondok dengan perlengkapan melo (alat musik).pelengkapan melo terdiri dari bangku yang terbuat dari bambu dan sebatang bambu yang diletakan diatas tanah dan tongkat (dho melo)
b) Kepo/alat tinju yang dibuat dari ijuk yang dipintal pada bagia ujung biasanya diberi benda keras seperti tanduk rusak (pada zaman duluh) dan kulit keba
JALANNY UPACARA
Etu (tinju) tidak merupakan sebuah acara yang berdiri sendiri akan tetapi merupakan puncak dari suatu rangkaian upacara yang panjang.Rangkai ini merupakan suatu kebutuhan dan tidak dapat dipotong-potong.
Etu (tinju) baru dapat berjalan apabila tahap-tahap upacara yang mendahuluinya telah terlaksanakan.jalan upacara tahap demi tahap
a) Hedha Wewa
Hedha wewa merupakan tahap awal upacarayang dilaksanakanempat hari sebelum upacara puncak etu (tinju).hedha wewa /menghentak halaman atau tempat upacara merupakan kegiatan/acara yang selalu dilakukan sebelu sampai pada puncak upacara.
Persiapan menyambut para tamumeliputi:beras,hewan (babi,ayam kambing) sayur dan moke.moke selain diminum pada saat makan,juga merupakan minuman yang penting/pelengkap pada waktu jalan upacara.
b) Malam Dero
Dero ini terus dilaksanakan dibawah wula gelu lera (bulan mengantikan matahari artinya matahari berusan terbenam di ufuk barat dan langit masih kemerahan,pada saat yang sama langi di ufuk timur pu merah dan munculah bulan purnama penuh) pada umumnya masyarakat sudah tahu apa yang terjadi malamini sehingga segala urusan segera dibereskan dan mereka berbondong menuju arena untuk mempersiapkan acara malam dero yakni tandak sepanjang malam dibawah terang bulan.para petugas memasang api unggu,bergendangan tangan dan mulai menyanyi .pada sekitar pukul 19:30 orang sudah mendekat lapangan upacara.acara malam dero ini diawali dengan etu (tinju) sebagai pengisi waktu atau pemanasan yang biasanya dilakukan oleh anak-anak atau mereka yang baru belajar.
Tinju di hari kedua ini diidentikkan dengan etu atau mbela yang sebenarnya. Petarungnya pun merupakan utusan dari daerah-daerah tertentu. "Kekuatan seorang laki-laki, bisa dilihat saat etu berlangsung. Yang lebih kuat pasti dia yang menang. Yang menang dinilai punya kewibawaan lebih Walaupun memiliki makna yang sama, ada beberapa istilah dan kemasan acara yang berbeda antara satu suku dengan suku lainnya di Nagekeo dalam menyelengarakan tinju adat atau etu ini. Etu dipimpin wasit, atau seka, dalam istilah setempat. Ada dua sampai tiga orang seka/pelerai. Selain wasit, ada petugas yang disebut sike yaitu yang bertugas untuk mengendalikan para petarung agar tidak membabibuta menyerang dan melukai lawannya. Sike/pemegang bisa dengan mudah melaksanakan tugasnya karena memegang ujung bagian belakang sarung yang dikenakan petarung. Jadi begitu petarunnya macam-macam, sike hanya menarik saja ujung kain menjauhkan petarung
Ada juga petugas lain yang disebut pai etu atau bobo etu. Petugas ini bertugas untuk mencari petarung berikutnya yang ada di sekitar arena pertarungan. Atau siapa yang berniat bertinju, dia langsung lapor saja ke pai etu yang akan mengatur jadwal pertandingannya. Petugas ini bisa terdiri dari dua orang atau lebih. Ada juga yang dinamakan mandor adat, tugasnya adalah mengawasi penonton yang berada di luar arena agar tidak masuk ke dalam arena. Mandor adat ini terdiri dari dua sampai empat orang..
KESIMPULAN
Dalam hal ini, masyarakat nagekeo sendirilah yang diharapkan memberikan sumbangan yang paling besar terhadap upaya pengembangan dan pelestarian budayanya. Hal ini didasarkan padapemikiran bahwa masyarakat nagekeo yang seharusnya paling tahu dan paham terhadap budayanya. Semoga dapat bermenfaat bagi semua pihak yang membacanya. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan dalam rangka perbaikan
.
REKOMENDASI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar