Peo adalah sebatang kayu
yang bercabang dua berbentuk
huruf “Y”, yang dibuat dari satu
jenis pohon yang dalam bahasa
setempat dinamakan “Embu”
yang sudah sejak masa para
leluhur diyakini sebagai pemberi
keteduhan, kenyamanan, dan
kedamaian bagi orang yang
bernaung di bawahnya. Peo
tersebut ditanam di tengah
kampung. Pada batang Peo, ada
banyak ukiran atau aksesoris
yang dibuat, sehingga
menambah keindahan dan
keanggunannya.
Image
Upacara pembuatan Peo
ini dibuat hanya satu kali. Tetapi
apabila Peo lama telah rusak dan
hampir tumbang, maka diganti
dengan yang baru dengan segala
tata upacara seperti yang telah
diwariskan oleh para leluhur.
Sekalipun diganti dengan yang
baru, makna dan tujuannya
tetap. Sehingga upacara
pergantian ini dibuat hanya
berupa pembaharuan atau
pemugaran. Jadi upacara ini
tidak dibuat secara terus-
menerus setiap terjadi pertikaian
antara kelompok atau suku. Peo
dibuat sekali untuk selamanya.
Hanya sering dipugar atau
diganti materinya, apabila sudah
rusak. Sekalipun demikian,
sedikit pun tidak mengurangi
makna dari upacara pembuatan
Peo itu sendiri.
Berdasarkan pengertian
di atas, maka upacara
pembauatan Peo dapat diartikan
sebagai suatu upacara yang
dilestarikan oleh masyarakat
mauponggo khususnya dan
masyarakat Nagekeo umumnya
secara turun- temurun, atau
serangkaian upacara untuk
mempersatukan orang-orang
dan suku-suku yang tercerai-
berai akibat perang saudara.
Upacara pembuatan Peo
ini tidak dibuat oleh satu suku
saja, tetapi secara bersama-sama
oleh beberapa suku. Dengan itu
Peo tidak saja menjadi milik satu
suku saja, tetapi merupakan milik
bersama beberapa suku. Dan
dalam menjaga dan
melestarikannya pun menjadi
tanggung jawab semua suku
yang mengerjakannya dan yang
bernaung di bawahnya.
Dengan diadakannya
upacara ini, semua anggota suku
pemilik Peo tersebut berkumpul.
Rasa kebersamaan dan
kekeluargaan sungguh-sungguh
terbina dan terwujud pada saat
itu. Semua suku tidak hanya
berkumpul untuk menikmati
kebersamaan, tetapi secara tidak
langsung diarahkan untuk
menghanyati makna upacara
tersebut. Dan semua anggota
suku yang hadir, ikut ambil
bagian dalam usaha
menyelesaikan dan
menyukseskan upacara tersebut.
Semua anggota suku tidak saja
sekedar menghadiri upacara,
tapi ikut berpartisipasi dalam
segala hal, baik berupa tenaga,
materi, pikiran dan lain
sebagainya, sehingga upacara
tersebut dapat berjalan lancar
sesuai yang telah direncanakan.
Upacara pembuatan Peo
ini dilakukan oleh para leluhur
dengan menelan biaya yang
sangat besar. Puluhan dan
bahkan ratusan ekor hewan
disembelih sebagai korban,
terutama kerbau dan babi,
ribuan kilogram beras dan bahan
makanan lainnya selama proses
pembuatan Peo, hingga
berakhirnya upacara tersebut.
Tetapi kemudian upacara ini
dibuat dengan anggaran yang
tidak seperti dulu lagi. Dan akhir-
akhir ini, biasanya satu dua ekor
kerbau dengan beberapa ekor
babi yang dijadikan korban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar